Shalat fardhu ada lima, zhuhur, ashar, maghrib, 'isya dan subuh. Sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat dari Anas bin Malik r.a. ia berkata, "Telah difardhukan atas Nabi pada malam Isra' shalat sebanyak lima puluh (waktu), kemudian dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian beliau diseru, "Ya, Muhammad, sesungguhnya ketetapan di sisi-Ku tidak bisa diubah. Dan untukmu shalat lima (waktu) ini sama dengan lima puluh (waktu)." (Muttafaqun 'alaih: Tirmidzi 1: 137 no: 213 secara ringkas, dan secara panjang lebar dikeluarkan oleh Imam Bukhari, termuat dalam Fathul Bari VII: 201 no: 3887, Muslim I: 145 no: 259 dan Nasa'i I: 217).
Dari Thalhah bin Ubaidillah r.a. bahwa ada orang Arab Badwi datang kepada Rasulullah dengan rambut yang tidak tersisir seraya berkata, "Ya, Rasulullah beritahukan kepadaku shalat yang Allah fardhukan kepadaku!"Jawab beliau, 'Shalat yang lima (waktu) kecuali kalau engkau mau shalat tathawwu (shalat sunnah).'" (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 106 no: 46, Muslim I: 40 no: 11, 'Aunul Mabud II: 53 no: 387, dan Nasa' i IV: 121).
1. Kedudukan Shalat dalam Islam
Hal ini yang dijelaskan dalam riwayat dari Abdullah bin Umar r.a., bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Islam dibangun di atas lima (perkara): (pertama) bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi), kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, (kedua) menegakkan shalat, (ketiga) mengeluarkan zakat, (keempat) menunaikan ibadah haji dan (kelima) puasa di bulan Ramadhan." (Muttafaq 'alaih: Muslim 1:45 no: 16/20 dan lafadz mi baginya. Fathul Bari 1:49 no: 8, Tirmidzi IV: 119 no: 2736 dan Nasa'i VIII: 107).
2. Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat
Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa yang menentang kefardhuan (kewajiban) shalat lima waktu, maka sungguh ia telah kafir dan keluar dan Islam. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat perihal orang yang meninggalkan shalat namun di dalam hatinya tetap menyakini akan wajibnya mengerjakannya. Sebab khilafnya adalah ada beberapa hadits yang tersumber dan Nabi, di mana, beliau menyebut orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang menentang dengan yang menganggap sepele.
Dari Jabir r.a. bahwa, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Sesungguhnya (batasan) antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 2848, Muslim I: 88 no: 82 dan ini lafadznya, 'Aunul Ma'bud XII: 436 no: 4653, Tirmidzi IV: 125 no: 2751 dan Ibnu Majah 1: 342 no: 1078).
Dari Buraidah r.a., ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Perjanjian yang telah ditetapkan antara kami dengan mereka adalah (menegakkan) shalat, karena itu barangsiapa yang telah meninggalkannya maka sungguh ia telah kafir." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 884, Ibnu Majah 1:342 no: 1079, Nasa'i I: 231, dan Tirmidzi 125 no: 2756).
Akan tetapi yang rajih, yang kuat di antara sekian banyak qaul (pendapat) para ulama ialah pendapat yang mengatakan, bahwa yang dimaksud kufr disini ialah kufr ashghar (kufur kecil) yang tidak mengelarkan pelakunya dari agama Islam, (Untk lebih jelasnya tentang pengertian kufr ashghar ini bisa diperiksa ulang dalam Kitabut Tauhid hal. 17 oleh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, terbitan Darul Qasim, Riyad Saudi Arabia (Penter)) sebagai jalan kompromi antara hadits-hadits ini dengan hadits-hadits lain, di antaranya, dari Ubadah bin ash-Shamit ra, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Ada lima shalat yang Allah wajibkan atas hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang mengerjakannya dengan sempuma tanpa menyia-nyiakan karena memandang enteng haknya sedikit pun, maka Allah berjanji kepadanya akan memasukkannya ke dalam syurga; dan barangsiapa yang tidak mengerjakannya maka Allah tidak berjanji (apa-apa) kepadanya: jika Dia mau mengadzabnya dan jika di mau mengampuninya." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1150, Muwatha' Imam Malik hal. 90 no: 266. al-Fathur Rabbani II: 234 no 82, 'Aunul Ma' bud II: 93 no: 421, Ibnu Majah I: 449 no: 1401, dan Nasa'i I:230).
Karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. menyerahkan sepenuhnya ketentuan orang yang tidak mengerjakan shalat wajib kepada kehendak Allah, maka kita dapat menyimpulkan bahwa meninggalkan shalat tidaklah menjadikan perilakunya sebagai orang kafir dan tidak pula sebagai orang musyrik, karena firman Allah menegaskan, "Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dan (syirik) itu bagi siapa saja yang dikehendaki Nya." (An-Nisaa': 48).
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Sesungguhnya amal hamba muslim yang pertama kali diperiksa dihitung pada hari kiamat adalah shalat wajib, jika ia menyempurnakan-nya (maka ia telah beruntung). Jika tidak, maka dikatakan kepada (para malaikat), 'Perhatikanlah adakah ia memiliki amalan shalat sunah!'Jika ia memilikinya, maka dilengkapilah (kekurangan) amalan shalat fardhunya dengan amalan shalat sunnahnya. Kemudian seluruh amalan wajib diperlukan seperti itu." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 172, Ibnu Majah I: 458 no: 1425 dan ini lafadznya, Tirmidzi I:258 no: 411 dan Nasa'i I: 232).
Dari Hudzaifah bin al-Yaman bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Islam akan terhapus sebagaimana usangnya lukisan yang ada pada pakaian hingga tidak diketahui apa itu puasa, tidak (pula apa itu) shalat, tidak (pula apa itu) ibadah, dan tidak (pula apa itu) shadaqah. Kitabullah Azza wa Jalla akan lenyap pada suatu malam, sehingga tidak tersisa satu ayat pun darinya dari muka bumi ini. Tinggallah beberapa kelompok manusia, laki-laki dan perempuan yang tua renta. Mereka berkata, ' Kami mendapati nenek moyang kami berpegang teguh pada kalimat ini laa ilaaha illallah, sampai di sini maka kami pun mengucapkannya kemudian Shilah berkata kepada Hudzaifah, " Apakah kalimat laa ilaaha illallah cukup buat mereka, sementara mereka tidak mengenal apa itu shalat, (apa itu) puasa (apa itu) ibadah, dan tidak (pula memahami apa itu) shadaqah." Maka Hudzaifah berpaling darinya. Kemudian ia menyampaikan pernyataan yang sama sebanyak tiga kali, namun dia tetap berpaling darinya. Kemudian yang ketiga kalinya dia (Hudzaifah menghadapkan wajahnya kepada Shilah seraya berkata, " Ya Shilah, kalimat itu (apa itu) akan menyelamatkan mereka dari (kobaran api) neraka. Tiga kali.'" (Shahih: Shabih Ibnu Majah no: 3273 dan Ibnu Majah II: 1344 no: 4049).
3. Siapa Saja yang Wajib Menegakkan Shalat
Yang wajib menegakkan shalat lima waktu ialah setiap orang muslim yang telah baligh dan berakal sehat. Sebagaimana yang disinyalir dalam hadits hadits berikut ini.
Dari Ali r.a. dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam., beliau bersabda, "Telah diangkat pena dan tiga (golongan): (pertama) dan orang yang tidur hingga ia terbangun (kedua) dan anak kecil sampai ihtilam (bermimpi basah) dan (yang ketiga) dan orang yang gila hingga berakal sehat." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 3513 dan 'Aunul Ma'bud XII: 78 no: 4380)
Setiap orang tua berkewajiban menyuruh anak kecilnya mengerjakan shalat sekalipun belum diwajibkan atasnya agar terbiasa memelihara dan menegakkannya. Dari Amr bin Syu'ab dan bapaknya dan datuknya bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. , "Perintahlah anak-anakmu shalat di waktu mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka manakala tidak mengerjakannya ketika mereka berumur sepulah tahun serta pisahkanlah tempat tidur mereka (sejak itu)." (Hasan: Shahihul Jami'us Shaghir no: 5868, 'Aunul Ma'bud II: 162 no: 491 dan ini lafadznya, al-Fathur Rabbani II: 2 37 no: 48 Mustradrak al-Hakim I: 197)
4. Waktu-Waktu Shalat
Dari Jabir bin Abdullah r.a., bahwa Nabi didatangi oleh (malaikat) Jibril 'alaihissalam, seraya berkata kepada beliau, "Bangunlah, lalu shalatlah. Maka beliau shalat zhuhur di waktu matahari tergelincir (ke arah arab). Kemudian dia datang (lagi) kepada beliau di waktu ashar seraya berkata, "Bangunlah, lalu shalatlah." Maka beliau shalat 'ashar ketika bayangan segala sesuatu sama (panjangnya) dengannya. Kemudian dia datang (lagi) kepada beliau pada waktu maghrib seraya berkata "Bangunlah, lalu shalatlah." Maka, beliau shalat maghrib di kala matahari terbenam. Kemudian dia, datang (lagi) kepada beliau pada waktu isya seraya berkata, "Bangunlah lalu shalatlah!" Maka Beliau shalat isya, ketika wama kemerah-merahan telah hilang. Kemudian dia datang (lagi) kepada Beliau pada, waktu shubuh, lalu berkata, "Bangunlah kemudian shalatlah. "Beliau pun shalat shubuh di waktu terbitnya fajar, atau ketika sinar fajar telah meninggi.
Kemudian pada esok harinya, pada waktu zhuhur dia datang (lagi) kepada beliau, lalu berkata, "Bangunlah, lalu shalatlah." Maka, beliau shalat zhuhur ketika bayangan segala sesuatu sama, (panjangnya) dengan benda aslinya. Kemudian dia datang (lagi) kepada beliau pada waktu ashar seraya berkata, "Bangun1ah, lalu shalatlah." Beliau shalat ashar di saat bayangan segala sesuatu dua kali panjang benda aslinya. Kemudian dia datang (lagi) kepadanya pada waktu malam dalam saat yang sama (dengan sebelumnya), dan beliau berbuat sama dengan sebelumnya. Kemudian dia datang (lagi) kepada beliau pada waktu isya', ketika separuh malam telah berlalu, atau ketika sepertiga malam (pertama yang telah lewat), kemudian beliau shalat isya. Kemudian dia datang (lagi) ketika waktu shubuh mulai sangat terang seraya berkata kepada beliau, "Bangunlah lalu shalatlah." Maka Beliau pun shalat shubuh, lantas (Jibril) berkata, "Diatara dua waktu inilah waktu (shalat-shalat itu). (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 250, al Fathur Rabbani II: 241 no: 90, Nasa'i I: 263, Tirmidzi I: 101 no: 150 semakna).
Imam Tirmidzi mengatakan bahwa Imam Muhammad (bin Isma'il al Bukhari) menegaskan bahwa riwayat yang paling kuat dalam masalah waktu waktu shalat adalah hadits Jabir:
Shalat zhuhur, waktunya dan tergelincirnya matahari sampai dengan panjang bayangan segala sesuatu sampai dengan benda aslinya.
Shalat ashar, waktunya dan panjangnya bayangan sesuatu sama dengan benda aslinya (berakhirnya waktu zhuhur) hingga terbenamnya matahari.
Shalat maghrib, waktunya dan terbenamnya matahari sampai dengan lenyapnya sinar (kemerah-merahan yang muncul setelah terbenamnya matahari). Berdasar sabda Nabi saw., "Waktu shalat maghrib ialah sebelum syafaq merah terbenam." (Hasan: Irwa-ul Ghalil I no: 268, Muslim 1: 427 no: 173 dan 612 dan ini lafadznya, 'Aunul Ma'bud II: 67 no:392, dan Nasa'i I: 260).
Shalat isya, waktunya dan hilangnya syafaq, sampai dengan pertengahan malam. Sebagaimana yang Nabi tegaskan, "Waktu shalat isya sampai dengan separoh malam yang tengah." (Takhrij haditsnya sampai dengan di atas).
Shalat Shubuh waktunya: dan terbitnya fajar shadiq sampai dengan terbitnya matahari. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Waktu shalat shubuh adalah dan terbitnya fajar (shadiq) sampai dengan selama matahari belum terbit."
5. Pengertian Shalat Wushtha
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "Peliharalah semua shalat (mu) , dan periharalah shalat wushtha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu." (al-Baqarah: 238)
Dari Ali bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda pada waktu perang Ahzab, "Kami dibuat lalai dari shalat wushtha, yaitu shalat ashar. Mudah-mudahan Allah memenuhi rumah dan kubur mereka dengan api neraka." (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 217 dan Muslim I: 437 no: 205 dan 627).
6. Dianjurkan Mengerjakan Shalat Zhuhur Pada Awal Waktu Ketika Suhu Panas Dalam Keadaan Normal
Dari Jabir bin Sannah r.a. ia berkata, "Adalah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. biasa mengerjakan Shalat zhuhur apabila, matahari (baru) bergeser ke barat." (Shahih Irwaul Ghalil no:254 dan Muslim I:432 no: 618).
7. Dianjurkan Shalat Zhuhur Pada Waktu Dingin Ketika Suhu Panas Memuncak
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Apabila suhu panas mencapai titik maksimum, maka carilah waktu dingin untuk shalat (zhuhur): karena sesungguhnya tingginya suhu panas berasal dai hembusan (api) Jahannam." (Muttafaqun ‘alaih : Muslim I: 430 no: 615 dan ini lafadznya, Fathul Bari II: 15 no: 533, ‘Aunul Ma'bud II:75 no: 398, Tarmidzi I: 105 no: 107, Nasa'i I: 248 dan Ibnu Majah I: 222 no: 677).
8. Dianjurkan Shalat ‘Ashar Di Awal Waktu
Dari Anas bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. biasa mengerjakan shalat ashar di waktu matahari masih tinggi lagi terang, di mana seseorang yang pergi ke perkampungan Awali, dia akan sampai di sana ketika matahari masih tinggi. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 28 no: 550. Muslim I: 433 no: 621, ‘Aunul Ma'bud II: 77 no: 400, an-Nasa'i I: 252 dan Ibnu Majah I: 223 no: 682).
9. Dosa Orang yang Meninggalkan Shalat Ashar
Dari Ibnu Umar r.a., bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Bersabda, "Orang yang tidak mengerjakan shalat ashar adalah seperti yang dikurangi (anggota) keluarganya dan harta bendanya." (Muttafaqun ‘alaih: Muslim I: 435 no: 626, Fathul Bari II:30 no:552. ‘Aunul Ma'bud II: 84 no: 410. Tirmidzi I: 113 no: 175, Nasa'i I: 238).
Dari Buraidah bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Barangsiapa, meninggalkan shalat ashar, maka gugurlah seluruh amalannya." (Shahih: Shahih Nasa'i no:497 Fathul Bari II: 31 no: 553, dan Nasa'i I: 236).
10. Dosa Orang Yang Mengakhirkan Shalat Ashar Sampai Matahari Menguning
Dari Anas r.a., ia berkata, Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Itu adalah shalat orang munafik, ia duduk-duduk, dan mengamati matahari hingga apabila matahari berada di antara dua ujung tanduk syaitan. Ia mengerjakannya empat raka'at dengan cepat, tidak menyebut (nama) Allah kecuali sedikit." (Shabih: Shahih Abu Daud no: 399, Muslim XXI: 434 no: 622 dan lafadz ini baginya. ‘Aunul Ma'bud II: 83 no: 409, Tirmidzi I: 107 no. 160, dan Nasa'i I: 254).
11. Dianjurkan Menyegerakan Shalat Maghrib Dan Dibenci Mengakhirkannya
"Dari Uqbah bin Amir r.a. bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Senantiasa umatku berada dalam kebaikan atau dalam keadaan fitrah, selama mereka tidak rnengakhirkan shalat maghrib hingga bintang bertaburan." (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no: 403 dan ‘Aunul Ma'bud II: 87 no. 414).
Dari Salamah bin al-Akwa' bahwa Rasulullah biasa shalat maghrib bila matahari (baru) terbenam dan tertutup oleh tabir gelap. (Muttafaqun ‘alaih: Muslim I: 441 no: 636. Tirmidzi I: 108 no: 164 Fathul Bari II: 41 no: 561 tanpa lafadz "Bila matahari (baru) terbenam" ‘Aunul Ma'bud II: 87 no: 413 dengan lafadz semakna dan Ibnu Majah I: 225 no: 688 dengan lafadz semakna).
12. Dianjurkan Mengakhirkan Shalat Isya' Selama Tidak Sulit
Dari Aisyah r.a., ia berkata: "Pada suatu malam Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. melewatkan shalat isya hingga mayoritas (waktu) malam telah lewat dan sampai jamaah di masjid pada tidur. Kemudian beliau keluar (dari rumahnya), lalu shalat (di masjid). Lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya, andai kata aku tidak khawatir memberatkan umatku inilah waktu shalat isya (yang afdhal)." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:223 dan Muslim 1:442 no: 219 dan 638).
13. Dibenci Tidur Sebelum Shalat Isya' Dan Bercakap-Cakap Sesudahnya Kecuali Mengandung Mashlahat
"Dari Abu Barzah, adalah Rasulullah membenci tidur sebelum shalat isya dan ngobrol sesudahnya." (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 49 no: Muslim I: 447 no:237/647. ‘Aunul Ma'bud II: 69 no: 394 dan Nasa I: 246).
Dari Anas r.a., katanya, "Pada suatu malam kami pemah menunggu Nabi hingga sampai separuh malam lalu beliau datang, kemudian shalat mengimami kami, setelah itu Rasulullah berkhutbah (di hadapan) kami. "Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sudah shalat lalu tidur dan sesungguhnya kalian senantiasa dalam shalat selama kalian rnenunggu (pelaksanaan) shalat (jama'ah)!" (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 73. no: 600, dan ini lafadz baginya, Muslim I: 443 no:640 dan Nasa'i I: 268).
14. Diajurkan Shalat Shubuh Di Awal Waktu
Dari Aisyah r.a., ia berkata, adakah para wanita mukminah menghadiri shalat (jma'ah) shubuh bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. berselubung dengan selimutnya kemudian mereka kembali ke rumah mereka (masing-masing) ketika selesai mengerjakan shalat (shubuh), tak seorang lelaki pun mengenal mereka karena (suasana masih) gelap. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari' I: 54 no: 578, Muslim I: 445 no: 645, ‘Aunul Mabud II: 91 no: 419, Nasa' I: 271, Tarmidzi I: 103 no: 153, Ibnu Majah I: 220 no: 669).
15. Kapan Seseorang Dianggap Masih Mendapatkan Waktu Shalat?
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat dan shalat shubuh sebelum terbitnya matahari maka sesungguhnya dia telah mcndapatkan shalat shubuh dan barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat dan shalat ashar sebelum terbenamnya mnatahari, maka sungguh ia telah mendapatkan shalat ashar." (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari I: 56 no:579, Muslim I: 424 no:608, dan Nasa'i 1:273 dengan redaksi yang semakna)
Ketetapan ini bukan khusus untuk shalat shubuh dan ashar, namun berlaku untuk setiap shalat.
Dari Abu Hurairah r.a. beliau Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Bersabda, "Barangsiapa yang mendapatkan satu raka'at dan shalat (apapun), berarti ia mendapatkan shalat itu." (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari 1:57 no: 580, Muslim I: 423 no: 607, ‘Aunul Ma'bud III: 471 no: 1108, Tirmidzi II: 19 no: 523 dan Nasa'i I: 274).
16. Shalat Yang Terlupakan
Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Barangsiapa yang lupa dan shalatnya atau tertidur darinya, maka kaffarahnya ialah hendaknya ia rnengerjakan ketika ingat." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:229 dan Muslim I: 477 no: 3l5 dan 684).
17. Apakah Orang Yang Sengaja Meninggalkan Shalat Hingga Habis Waktunya Boleh Mengqadha'nya
Dalam kitab Al-Muhalla II: 235, Ibnu Hazm rahimahullah menulis sebagai berikut, "Sesungguhnya Allah Ta'ala, mengalokasikan waktu tertentu untuk shalat fardhu yang diapit oleh waktu permulaan dan waktu penghabisan. Shalat dikerjakan dalam kesempatan yang sudah tertentu dan akan batal bila dilaksanakan dalam waktu tertentu yang lain. Oleh sebab itu, tiada perbedaan berarti antara orang yang mengerjakan shalat sebelum masuk waktunya dengan orang lain yang sesudah habis waktunya; karena kedua orang termaksud mengerjakannya di luar waktu yang sebenamya. Lain dan itu, bahwasanya, mengqadha' shalat adalah kewajiban dan syara', sedangkan syara' tidak boleh ditentukan oleh selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala melalui lisan Rasul-Nya . Andai kata qadha' shalat harus dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja hingga habis waktunya, niscaya Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya tidak akan lupa mensyariatkannya dan tidak mungkin lalai darinya, dan mustahil Allah dan Rasul-Nya sengaja menyulitkan kita dengan tidak menerangkannya. Padahal Allah berfirman, "Dan tidaklah Rabmu itu lupa." (Maryam: 64)
Dan semua ibadah yang tidak didukung dengan argumentasi dan al Qur'an dan sunnah yang shahih, maka bathil hukumnya. Selesai.
18. Waktu-Waktu Yang Terlarang Mengerjakan Shalat Padanya
Dari Uqbah bin Amir ia berkata, Ada tiga waktu yang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. melarang kita shalat dan mengubur janazah kita padanya: (Pertama), ketika matahari sedang terbit hingga benar-benar tampak, (kedua), ketika matahari pas berada di tengah sampai bergeser (ke arah barat), dan (ketiga) pada waktu matahari condong menjelang terbenam hingga terbenam." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1233, Muslim 1:568 no:831, ‘Aunul Ma'bud VIII: 481 no:3 176, Tirmidzi II: 247 no: 1035 Nasa'i I: 275, Ibnu Majah 1: 486 no:1519).
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. pernah menjelaskan i'lat (alasan) dilarangnya kita shalat pada waktu-waktu tersebut dengan sabdanya kepada Amr bin Abasah, "Shalat shubuhlah, kemudian janganlah kamu shalat (lagi), sampai matahari terbit dan meninggi, karena sesungguhnya matahari itu ketika terbit, ia terbit di antara dua tanduk syaitan, dan ketika itu kaum kuffar sujud kepadanya. Kemudian shalatlah, karena sesungguhnya shalat yang disaksikan dan dihadiri (para malaikat) sampai bayangan tombak pas dengan tombaknya (tegak lurus), kemudian (pada saat itu) janganlah kamu shalat. karena sesunggahnya ketika itu (api) Jahannam sedang dinyalakan. Apabila matahari telah tergelincir maka shalatlah, karena shalat (ketika itu) disaksikan dan dihadiri (para malaikat) hingga kamu shalat ‘ashar. Kemudian, janganlah kamu shalat sebelum matahari terbenam karena sesungguhnya ia terbenam di antara, dua tanduk syaitan dan pada waktu itu kaum kuffar sedang bersujud kepadanya." (Shahih: al-Misykah no: 1042 dan Muslim I: 570 no: 832).
19. Dikecualian dari larangan ini satu waktu tertentu dan satu tempat tertentu
"Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum'at, lalu bersuci dengan sungguh-sungguh, memakai minyak atau wangi-wangian di rumahnya, kemudian keluar (dan rumahnya menuju masjid) dan dia tidak memisahkan di antara dua orang (yang duduk), kemudian shalat semampunya, lalu dia diam ketika khathib (Imam) & hutbah, melainkan pasti diampuni dosa-dosanya yang dilakukan antara Jum'at itu dengan Jum'at berikutnya." (Shahih: at-Targhib no: 689 dan Fathul Bari II: 370 no: 883).
Orang tersebut dianjurkan menunaikan shalat sunnah semampunya dan tiada yang menghalanginya kecuali pada waktu datangnya khathib. Oleh karena itu, bukan hanya satu orang dan kalangan ulama' salaf di antara mereka ialah Umar bin Khaththab radhiyallau ‘anhu dan diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan, ‘Datangnya khatib melarang kita mengerjakan shalat, sedangkan khutbahnya melarang (jama'ah) berbicara." Jadi, mereka meujadikan datangnya khathib sebagai pencegah dan mengerjakan shalat, dan bukan pertengahan siang (yang mereka jadikan sebagai pencegahan).
Adapun yang dimaksud satu tempat tertentu, ialah Mekkah. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menambah kemuliaan dan keagungan kepadanya karena itu tidak dibenci di sana pada wakru-waktu terlarang ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam., "Wahai Bani Abdi Manaf, janganlah kalian melarang seseorang thawaf di Baitullah ini dan shalat kapan saja, baik malam ataupun siang." (Shahih: Shahih lbnu Majah no: 1036. Ibnu Majah l: 398 no: 1254. Tirmidzi II: 178 no: 869. dan Nasa'i V: 223).
Shalat yang terlarang dilaksanakannya pada waktu-waktu ini ialah shalat sunnah mutlaq, yang dilakukan tanpa sebab. Karenanya pada waktu-waktu terlarang ini, boleh mengqadha' shalat yang terlupakan, baik shalat fardhu maupun sunnah berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam., "Barang siapa yang lupa shalat, maka hendaklah ia shalat di waktu ingat; tiada kaffarah, melainkan itu." (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 70 no: 597, Muslim : 477 no: 684, ‘Aunul M'bud II: 113 no: 438 dan yang meriwayatkan tanpa lafadz, "laa kaffarata lahaa ilaa dzaalika", Nasa'i I: 293, Tarmidzi I:14 no: 187 dan Ibnu Majah I: 227 no: 696).
Sebagaimana juga boleh shalat sehabis wudhu' pada waktu kapan saja, karena hadits Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda kepada Bilal seusai shalat shubuh, "Ya, Bilal, jelaskan kepadaku yang paling engkau cintai dalam Islam. Karena aku telah mendengar suara hentakan kedua sandalmu di hadapanku di syurga!" Jawabnya, "Aku tidak mengamalkan sesuatu amalan yang paling menjadi harapan bagiku, (kecuali) bahwa Aku tidak bersuci dengan sempurna baik di waktu malam maupun siang, melainkan sehabis bersuci tersebut aku pasti shalat semampuku." (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III: 34 no: 1149 dan Muslim IV: 1910 no: 2458).
Pada waktu waktu terlarang ini, boleh juga mengerjakan shalat tahiyyatul masjid karena ada sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam., "Apabila seseorang di antara kamu masuk ke dalam masjid, maka janganlah ia duduk sebelum shalat dua raka'at." (Muttafaqun ‘alaih: Fatthul Bari III: 48 no: 1163, Muslim I: 495 no: 714, Aunul Ma'bud II: 133 no: 463, Tirmidzi I: 198, no : 315, Ibnu Majah I:324 no:1013. dan Nasa'i II:53).
20. Dilarang Shalat Sunnah Sesudah Terbitnya Fajar dan Sebelum Shalat Shubuh
Dari Yasar, bekas budak Ibnu Umar r.a. berkata, Ibnu Umar pernah melihatku shalat(sunnah) setelah terbitnya fajar, lalu ia berkata, Ya, Yasar, sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. pernah keluar menemui kami ketika kami mengerjakan shalat ini, lalu beliau bersabda, "Hendaklah orang yang hadir di antara kamu menyampaikan kepada yang tidak hadir di antara kamu. Janganlah kamu shalat (sunnah) setelah terbitnya fajar, kecuali dua rakaat (sunnatul fajri)." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 5353, ‘Aunul Ma'bud IV: 158 no: 1264 dan Tirmidzi meriwayatkannya dengan ringkas, "laa shalaata ba'dal fajri illaa sajdatain (Tiada shalat sesudah fajar, kecuali dua raka'at (sunnatul Fajar), 1: 262 no: 417).
21. Dilarang Shalat Sunnah Bila Iqamah Dikumandangkan
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Bersabda, "Apabila iqamah sudah dikumandangkan, maka sama sekali tiada shalat kecuali shalat wajib." (Shahih Ibnu Majah no:945, Muslim 1:493 no:710, Tirmidzi 1:264 no:419, ‘Aunul Ma'bud 1V:142 no:1252. Nasa'iII: 116. dan Ibnu Majahl: 364 no: 1151).
22. Tempat-Tempat Yang Kita Dilarang Shalat Padanya
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Aku diberi kelebihan atas Nabi-Nabi (sebelumku) dengan enam perkara: (pertama) aku diberi kata-kata yang sedikit namun padat maknanya, (kedua) aku diberi kemenangan berupa rasa takut pada diri musuh, (ketiga) telah dihalalkan untukku rampasan perang (keempat) bumi dijadikan sebagai pembersih dan tempat sujud untukku dan (kelima) aku diutus kepada segenap umat manusia dan sebagai penutup para Nabi." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:257 dan Muslim!: 371 no: 523).
Maka bumi ini secara keseluruhan adalah tempat sujud, kecuali beberapa daerah yang dikecualikan dalam beberapa hadits ini dari Jundub bin Abdullah al-Bajali berkata, aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam., lima hari sebelum wafatnya, bersabda, "Ketahuilah sesungguhnya umat-umat sebelum kamu biasa menjadikan kuburan para nabinya dan orang-orang shalihnya sebagai tempat sujud; ketahuilah, janganlah kamu menjadikan kubur-kubur itu, sebagai tempat sujud, karena sesungguhnya aku mencegah kalian dan berbuat yang demikian itu," (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 286, dan Muslim 1:377 no:532).
Dari Abu Sa'id al-Khudri bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. bersabda, "Seluruh bumi adalah tempat sujud, kecuali pekuburan dan kamar mandi." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 606, Aunul Ma'bud II: 158 no: 488, Ibnu Majah I: 246 no: 745, Tirmidzi I: 199 no: 316).
Dari al-Bara' bin Azib bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. pernah ditanya perihal shalat di tempat rnenderumnya unta, maka beliau menjawab, "Janganlah. kamu shalat di termpat menderumnya unta, karena sesungguhnya ia termasuk syaitan." Dan, beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing, maka jawab beliau "Shalatlah di dalamnya karena sesungguhnya ia mengandung barakah." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 7351 dan ‘Aunul Ma'bud II: 159 no: 489)
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil
Artikel Terkait